Mahfud MD mencuatkan kasus 349 trilyun di Kemenkeu yang menimbulkan harapan dan pujian. Tetapi faktanya Mahfud MD justru membentuk Satgas yang beranggotakan gado-gado termasuk Kemenkeu sendiri. Penyelesaian kasus menjadi kacau bahkan tenggelam. Mahfud MD yang mengangkat, Mahfud MD juga yang menenggelamkan. Ia memajukan dan ia pula yang memundurkan. Omong doang alias omdo.
Semestinya Mahfud MD menggerakkan semua elemen penegakan hukum yang berada di bawah koordinasinya apakah KPK atau Kejaksaban Agung. Semua rakyat sudah dibuat terbuka mata atas indikasi kuat terjadinya perbuatan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Setelah DPR tidak memiliki kemauan membentuk Pansus Penyelidikan langkah hukum pun tidak dijalankan.
Gandengan dari kasus 349 trilyun ini adalah perampasan aset. Mahfud MD menyatakan habis lebaran akan diajukan Surat Presiden (Surpres) yang mengantarkan RUU Perampasan Aset ke DPR. Akan tetapi hingga kini itupun belum terbukti. Omdo lagikah ? Atau mungkin maksudnya habis lebaran itu panjang, kan bisa satu tahun.
Bukan kita tidak sabar menunggu realisasi omongan Pak Menteri tetapi masalahnya adalah soal RUU Perampasan Aset ini sudah direncanakan untuk dibahas sejak tahun 2015. Bahkan lebih awal lagi terhitung kita meratifikasi konvensi PBB "against corruption" melalui UU No 7 tahun 2006.
Jika bukan omdo tetapi serius semestinya Mahfud MD mendorong Presiden untuk mendahului dengan mengeluarkan Perppu Perampasan Aset atas dasar tingkat kedaruratan yang tinggi. Mahfud MD sering mengeluh tentang betapa dahsyatnya korupsi di negeri ini. Khususnya di bawah rezim ini. Rezim dimana Mahfud sendiri berada di dalamnya.
Lambat atau bertele-telenya penyelesaian kasus korupsi dan pencucian uang serta mundur maju dalam pembuatan aturan menjadi bukti kita tidak serius dalam melakukan pemberantasan korupsi dan pencucian uang. Hal ini akan berpengaruh pada keberadaan Indonesia di lembaga dunia. Bukankah kita ingin menjadi anggota The Financial Action Task Force (FATF) agar kepercayaan dunia pada kondisi ekonomi Indonesia meningkat ?
Pesimis rakyat dan bangsa akan keseriusan pemerintah sangatlah wajar sebab alih-alih Presiden mengomando ini dan itu tentang pemberantasan korupsi dan pencucian uang justru ia sibuk cawe-cawe mengurus soal copras-capres. Betapa giat, gigih dan bagai hidup mati untuk memajukan Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024.
Presiden Jokowi memberi contoh buruk dengan kesibukannya itu. Menteri-menteri dipastikan akan sama kehilangan fokus atas tugas pekerjaannya. Apalagi berfikir soal prestasi. Semua diakses untuk suksesi sesuai arahan Jokowi. Lalu bagaimana dengan Mahfud MD ? Nampaknya sama saja, apalagi masuk bursa juga katanya.
Semua kerja sepertinya tidak ada makna, berganti dengan kata-kata demi terbingkai citra. Masalah negara ini tidak akan bisa diselesaikan dengan sekedar citra. Kehancuran sudah di depan mata.
Harus ada tindakan nyata untuk memulihkan dan menyehatkan bangsa. Jokowi harus segera dan secepatnya turun dari singgasana bukan justru seenaknya menyalahgunakan fasilitas Istana.
Mahfud MD adalah menteri yang bertanggungjawab atas keadaan politik, keamanan dan penegakan hukum di Indonesia. Jangan hanya mengeluh tentang kondisi negara. Bapak punya kewenangan untuk berbuat nyata. Bila tidak mampu, ya mundur saja. Itu namanya ksatria.
Sampai saat ini citra pak Mahfud masih sebagai Menteri yang jago mengeluh dan belum banyak bertindak. Surpres RUU Perampasan Aset saja masih tahap omong doang. Janji usai lebaran belum jelas juga.
Nah, selamat omong doang Pak.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 7 Mei 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar