Inilah yang Disebut Plagiat - ATA RAKYAT

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 27 November 2022

Inilah yang Disebut Plagiat

Foto: Roman Kraft

Penulis, Bambang Trim*

ATA RAKYAT  | Dalam sebuah sesi pelatihan, seorang peserta berkisah tentang seniornya yang menyatakan sebuah kutipan karya orang lain haruslah diubah dengan kata-kata sendiri. Jika tidak, kutipan itu tergolong plagiat.

Hal seperti ini memang perlu ditelusuri lebih lanjut terkait makna plagiat. Kata plagiat dipungut dari pengembangan kata bahasa Latin plagiarius yang bermakna penculik (anak), penjiplak (lihat Kamus Latin-Indonesia, K. Prent, dkk. 1969: 647). Kemudian, dalam bahasa Inggris, dikenal istilah plagiarism yang bermakna plagiat.

Plagiat berarti tindakan mencuri ide atau karya intelektual (termasuk karya tulis) orang lain dan menyatakan kepada publik sebagai karya ciptaannya atau miliknya. Jadi, dalam niatnya seorang plagiator memang dengan sengaja membuat sebuah ciptaan orang lain seolah-olah adalah ciptaannya, tentu dengan bermacam kepentingan.

Sebagai pengaya wawasan perlu juga saya kutip di sini beberapa definisi plagiat.

Plagiat pada dasarnya berarti “mengemukakan kata-kata atau pendapat orang lain sebagai kepunyaan kita sendiri”. (Lester, 1987: 78 dalam Fanany, 1992: 12)
Penjiplakan berarti “menulis fakta, kutipan, atau pendapat yang didapat dari orang lain atau dari buku, makalah, film, televisi, atau tape tanpa menyebutkan sumbernya”. (Silverman, 1990: 70 dalam Fanany, 1992: 12)

Penjiplakan berarti “menulis fakta, kutipan, atau pendapat yang didapat dari orang lain atau dari buku, makalah, film, televisi, atau tape tanpa menyebutkan sumbernya”. (Silverman, 1990: 70 dalam Fanany, 1992: 12)
Dalam buku lawas berjudul Plagiat-Plagiat di MIT, Ismet Fanany (1992: 13), menyimpulkan

“Seseorang bersalah melakukan plagiat bukan saja kalau ia menyalin begitu saja seluruh buku atau artikel orang lain, tapi juga kalau dia menyalin gagasan orang lain atau ungkapan yang dipakai orang lain. Jadi, kita tidak boleh menggunakan

kata-kata (Lester);
pendapat (Lester, Silverman et. al);
fakta (Silverman et. al);
kutipan (Silverman et. al);
ungkapan-ungkapan (Gibaldi and Achtert); dan
gagasan (Gibaldi and Achtert).
yang kita perdapat dari orang atau sumber lain tanpa mematuhi kaidah-kaidah yang sudah baku.”

Dalam beberapa kasus, banyak penulis yang merasa sudah terbebas dari aksi plagiat ketika ia telah mencantumkan sumber tulisannya. Berdasarkan definisi yang dipaparkan menurut Fanany (1992) bahwa mencantumkan sumber tidak serta merta membebaskan seseorang dari kesalahan plagiat.

Dalam banyak hal seseorang tetap sama salahnya sekalipun sumbernya disebutkan. Hal ini menyangkut apa yang diperbuatnya dengan bahan yang didapatnya dari sumber tersebut. Dengan kata lain, persoalan plagiat tidaklah sesederhana dengan menyebutkan atau tidak menyebutkan sumber. Tapi, hal ini menyangkut juga bagaimana penulis menggunakan informasi dan sumber yang disebutkan itu.

Dari definisi itu sudah jelas gambaran apa itu plagiat dan plagiator. Nah, dari sisi teknis tindakan ada bermacam cara atau modus plagiat seperti yang saya kutip dan ringkas dari paparan R. Masri Sareb Putra dalam bukunya Kiat Menghindari Plagiat (2011: 12).

Menjiplak mentah-mentah karya orang lain dan membubuhkan namanya sebagai pencipta;
membayar tulisan hasil karya orang lain, lalu mengakuinya sebagai karya sendiri;
mencuri gagasan/ide orang lain, lalu memublikasikannya atas nama sendiri;
menggunakan kata-kata yang diucapkan orang lain apa adanya dan memublikasikannya atas nama sendiri;
mengubah tulisan orang lain pada suatu bagian dengan kata-kata sendiri (parafrasa), lalu memublikasikannya atas nama sendiri;
mengopi tulisan orang lain, contoh dari internet, lalu menggunakannya dalam tulisan seolah-olah merupakan tulisan karya sendiri.

Semua lembaga akademis tidak menoleransi tindakan plagiat ini karena jelas-jelas merupakan pelecehan terhadap intelektualitas. Saya kembali mengutip pembagian plagiat yang diungkapkan R. Masri Sareb Putra (2011: 13-14) dalam tabel berikut.

Jenis, Arti dan Modus

Plagiat Langsung (Direct Plagiarism) Pelaku mengopi langsung tulisan sebagian atau keseluruhan dan tidak menunjukkan bagian itu sebagai hasil kutipan atau karya orang lain.Contoh:

Copy-paste tulisan di internet, lalu dibubuhkan namanya sebagai pencipta karya.
Meminjam karya tulis orang lain, baik kepada orang itu atau perpustakaan, lalu menulis ulang sehingga menjadi karya atas namanya.

Plagiat Tidak Jelas (Vague or Incorrect Citation) Pelaku mengutip suatu bagian karya tulis, tetapi tidak jelas menyebutkan di mana awal kutipan dan di mana akhir kutipan. Contoh:
Mengutip sumber hanya sekali sehingga seolah kutipan itu hanya pada bagian yang ditandai, padahal hampir keseluruhan tulisannya adalah hasil kutipan sumber yang sama.

Plagiat Mosaik (Mosaic Plagiarism) Pelaku mengutip suatu bagian karya tulis dengan mengubah menurut kata-katanya sendiri meskipun yang diubah hanya kata-kata tertentu. Dalam hal ini kredit si penulis tidak disebutkan sehingga kutipan itu seperti karya tulisnya sendiri. Contoh:
Tertarik dengan suatu bagian dari tulisan dan ingin mengesankan itu adalah idenya. Agar tidak kentara, beberapa kata pun diganti dan diakui sebagai idenya.

Dengan penjelasan ini maka pendapat bahwa pengutipan karya orang lain harus diubah terlebih dahulu dengan kata-kata sendiri agar tidak terindikasi plagiat adalah tidak sepenuhnya tepat. Penghindaran plagiat adalah dengan cara memahami teknik mengutip sebuah sumber sesuai dengan kaidah baku.

Pengutipan sendiri merupakan hal yang wajar, baik dalam karya ilmiah murni maupun karya ilmiah populer. Pengutipan menegaskan bahwa ide kita sebagai penulis perlu didukung ide orang lain, dibandingkan ide orang lain, atau diselaraskan dengan ide orang lain. Di sinilah kejujuran seorang penulis diuji untuk mengakui sesuatu yang memang berasal dari ide orang lain.

Selain kejujuran, terkadang diperlukan etiket mengutip atau menggunakan bahan/sumber tulisan orang lain dengan cara meminta izin, baik secara tertulis maupun secara lisan. Karena itu, dalam beberapa karya tulis asing sering tercantum kata by permission yang berarti mereka mengutip dengan meminta izin alias kulonuwun.

Di sisi lain, dalam buku Asian Copyright Handbook (Indonesian Version) karya Tamotsu Hozumi dijelaskan bahwa sesuai dengan undang-undang hak cipta tiap negara, tidak diperlukan izin jika kita mengutip dari ciptaan orang lain untuk dimasukkan ke dalam ciptaan kita sendiri. Namun, ada sejumlah syarat tertentu yang menentukan ciri-ciri kutipan dan pengaturan penggunaan kutipan.

Dalam hal ini satu prinsip yang dipegang pada aturan tersebut bahwa hanya ciptaan yang telah diumumkan (dipublikasikan) yang dapat dikutip. Karya yang tidak dipublikasikan pada prinsipnya tidak dapat dikutip. Untuk lebih jelasnya coba perhatikan aturan berikut dengan pengertian A adalah karya baru dan B adalah ciptaan yang dikutip.

A adalah ciptaan pokok dan kutipan dari B adalah sekunder (hubungan atasan bawahan)
Ada pembedaan yang jelas antara A dengan bagian yang dikutip dari B.
Perlu mengutip dari B untuk membuat A.
Bagian yang dikutip dari B diupayakan sesedikit mungkin.
Bagian yang dikutip dari B persis seperti ditulis dalam ciptaan orisinal.
Sumber B disebutkan dengan jelas.
Kutipan tidak melanggar hak moral pencipta B. (2006: 37-38)
Apa yang dimaksud hak moral adalah hak pencipta disebut sebagai pencipta. Karena itu, nama pencipta berikut karyanya harus disebutkan di dalam kutipan sehingga tidak timbul kesan bahwa karya baru (A) tidak menggunakan karya B.

Cara Penggunaan Sumber Lain
Pada praktiknya, penggunaan sumber/bahan dari ide orang lain ke dalam tulisan kita dapat dilakukan dengan tiga cara. Masri Sareb mengistilahkannya dengan inkorporasi pusparagam. Ya, sumber itu menjadi bagian utuh dari tulisan kita, tetapi tetap ada tanda bahwa itu merupakan kutipan sumber/bahan yang bukan karya kita.

Berikut ini cara inkorporasi sumber.

Kutipan (Quotation) adalah cara paling sering digunakan untuk mengutip/menggunakan sumber lain. Kutipan menggunakan kata-kata yang sama dengan sumber/bahan yang digunakan (bahkan jika terdapat salah ejaaan sekalipun). Ada berbagai macam cara mengutip yang diperkenalkan atau diperkenankan sebuah acuan gaya selingkung.

Parafrasa (Paraphrase) adalah cara menggunakan sumber dengan menyajikan kembali menggunakan kata-kata penulis sendiri tanpa mengubah makna sajian. Terkadang cara ini digunakan agar pembaca sasaran lebih paham karena penulis membantu dengan penjelasan lain. Parafrasa (paraphrasis dari bahasa Latin) seperti yang terdapat di http://en.thinkexist.com/dictionary/meaning/paraphrase juga bersinonim dengan reword atau membahasakan kembali suatu gagasan/wacana dengan bahasa sendiri (dalam Masri Sareb Putra, 2011: 37).

Ringkasan (Summary) adalah cara menggunakan sumber dengan meringkasnya menjadi lebih sederhana contohnya satu artikel yang menjadi satu paragraf. Walaupun demikian, penulis tetap menyebutkan sumber ringkasan. Memang cara meringkas ini memerlukan keterampilan sendiri pada penulis agar ia tidak terjebak menjadi plagiat.

Penulisan, terutama penulisan buku, memang sebuah tantangan yaitu bagaimana seorang penulis mau jujur tentang konten tulisannya dan bagaimana ia dapat menunjukkan bagian-bagian yang merupakan orisinalitas tulisannya dan bagian-bagian lain yang berasal dari sumber gagasan orang lain.

Sebagai contoh jika Anda diminta kembali untuk menulis buku tentang ekonomi makro, tentu Anda akan mencari buku pembanding dengan judul yang sama. Faktanya, judul buku demikian sudah sangat banyak. Di sisi lain, Anda harus menyajikannya dengan cara berbeda.

Ranjau plagiat memang sering terjadi pada karya-karya tulis dengan tema-tema yang telah banyak ditulis sebelumnya. Contoh klasik adalah skripsi ketika para mahasiswa tingkat akhir meniru skripsi bertopik sama yang telah lebih dulu ada. Begitu terus terjadi turun temurun, bahkan kata pengantar (yang seharusnya prakata) juga dikutip mentah-mentah tinggal mengganti judulnya saja. Jujurlah bahwa skripsi Anda pasti dimulai dengan kata-kata: Puji dan syukur kami panjatkan ….

Dalam kondisi kepepet, para dosen ataupun akademisi yang mengejar angka kredit kerap melakukan jalan pintas dengan menjiplak tulisan yang sudah ada. Modusnya terkadang mencari tulisan dengan rentang tahun yang jauh ke belakang sehingga diharapkan tidak terlacak. Namun, dengan kecanggihan teknologi saat ini dan makin banyaknya orang melek literasi, “kejahatan plagiat” makin mudah terlacak.(Red)

Daftar Rujukan
Hozumi, Tamotsu. 2006. Asian Copyright Handbook: Indonesian Version. Jakarta: Ikapi dan ACCU Unesco.

Fanany, Ismet. 1992. Plagiat-plagiat di MIT: Tragedi Akademis di Indonesia. Jakarta: Haji Masagung.

Putra, R. Masri Sareb. 2011. Kiat Menghindari Plagiat: How to Avoid Plagarism. Jakarta: Indeks.

*) Bambang Trim
http://bambangtrim.com
Bambang Trim adalah Pendiri dan Direktur Institut Penulis Indonesia. Ia telah berpengalaman lebih dari 25 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 200 buku. Ia juga menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia dan penggagas sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Sumber: Manistebu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here