"Dana Abadi Indonesiana Untuk Budaya Bangsa Indonesia Pun Terkesan Macet"
Dari inspirasi keinginan untuk menerbitkan buku kumpulan tulisan yang telah dipublikasikan pada berbagai media, menguatkan gagasan yang sudah lama disimpulkan untuk mengadakan semacam ajang menulis tentang tema (1) Strategi Membangun Gerakan Kebangkitan dan Kesadaran Spiritual. (2) Potret Budaya Politik, Ekonomi dan sosial Indonesia Hari Ini. (3). Upaya Mengembalikan Budaya Buruh Indonesia Kepada Budaya Agraris dan Maritim Sebagai Warisan Para Leluhur.
Tiga tema besar itu yang muncul dari tiga buku hasil kumpulan sejumlah tulisan yang dibuat antara tahun 2000 hingga tahun 2022. Jika diperkirakan tidak kurang dari 700 judul yang telah siap untuk dibagi sesuai dengan tiga tema besar seperti tersebut diatas.
Gagasan yang sudah tertunda sejak sembilan bulan lalu itu -- karena memang diharap bisa terbit pada pada awal tahun 2022 -- harus diakui mengalami banyak kendala. Utamanya tentu saja katena dana yang terbatas dan sponsor yang mau mengucurkan dana terus mundur mengulur waktu sampai hari ini tak juga diwujudkan.
Kecuali itu, tentu saja karena keterbatasan penulis sendiri yang ingin memberi kerangka dan format dari bentuk hingga tatanan isi buku tersebut. Sebab kesibukan yang terus menggulung seperti tak ada ujungnya.
INSYAALLAH dalam waktu dekat dengan upaya super keras buku itu segera bisa disiapkan naik cetak. Hanya tinggal koreksi terakhir secara keseluruhan yang sungguh akan sangat melelahkan dan menyita banyak waktu dan perhatian serius, agar sajian buku itu jadi semakin menarik dan memberi daya rangsang untuk dibaca.
Pada intinya isi buku itu adalah gagasan yang sudah dituangkan dan dipublikasikan secara meluas melalui berbagai media. Nuansa laku spiritual dam latar belakang dari perlunya dibangun kesadaran spiritual bangsa Indonesia, diharap dapat membendung keambrukan etika, moral dan akhlak guna membangun tatanan peradaban baru manusia di bumi.
Karena itu ruang perluasan spiritual menjadi tidak terbatas, karena diharap dapat ikut mewarnai juga tata pergaulan antar bangsa di dunia yang tiada lagi ada batasnya.
Oleh karena itu, gagasan gerakan kebangkitan dan kesadaran spiritual yang lahir dari bangsa Indonesia dengan kesadaran pada kekayaan potensi yang sangat kaya, maka patut dan wajar bangsa Indonesia sendiri yang akan pelopor, pemimpin sekaligus pusat dan sumber pengembangan dari gerakan kebangkitan spiritual bangsa-bangsa di dunia sekaligus kelak yang akan memimpin dunia
Event besar pertemuan persaudaraan bangsa-bangsa dan lintas agama di Indonesia akan menjadikan Candi Brobudur sebagai salah satu dari Pusat peradaban dan kebudayaan hingga kelak bisa diperluas dengan pemugaran Candi Muara Takus dan Muara Bungo di Sumatra yang tidak kalah unik dan spektakuler karena dibangun dari batu bara merah.
Lalu kitab Ila Galigo dari Sukawesi Selatan akan dijadikan semacam kitab rujukan peradaban dunia.
Gagasan pemerintah Indonesia yang menginisiasi adanya dana abadi untuk kebudayaan bangsa Indonesia layaknya seperti upaya awal untuk menemukan serpihan masa silam suku bangsa Nusantara diambang kepunahan itu.
Keinginan pihak Kemendikbudristek untuk merevitalisasi kembali aktivitas Budaya warga masyarakat, perlu dipermudah agar tidak menambah beban kerja budaya yang akan dilakukan.
Kecuali itu, sikap tanggap dan inisiatif diperlukan para pelaku dan pekerja kebudayaan sehingga bebar-benar dapat membantu, mendukung dan memotifasi upaya kreatif dan kerja keras para seniman, budayawan serta pelaku budaya dengan berbagai bidang dan cara kerja kreatifnya.
Karena itu beragam bentuk lomba yang kreatif dalam berbagai bidang, baca puisi, menulis cerita, seni bertutur, pementasan tari dan drama hingga penelitian diskusi serta seminar dan penulisan kreatif tentang hal ikhwal seni dan budaya dapat dipadukan dengan tradisi pesantren serta kantong-kantong budaya lainnya, seperti kelompok penyelenggara upacara spiritual yang memiliki nilai sakral yang dapat menjadi daya dorong manusia mendekatkan diri kepada Tuhan.
Agaknya, hanya dengan begitu dana abadi yang ditanamkan Kemendikbudristek dapat bebar-benar bermanfaat, dibanding cuma menjadi sekedar untuk mengembangkan nilai uang semata yang mengiming-iming untuk disalahgunakan peruntukannya.
Dana abadi untuk kebudayaan yang disebut dengan istilah "Dana Indonesiana" segede Rp 3 triliun itu, toh sampai hari ini belum pernah jelas bisa diketahui oleh publik, sudah digunakan untuk apa saja, dan untuk paguyuban atau sanggar mana saja yang sudah dapat dijadikan contoh, sehingga tujuan utama dari dana tersebut dapat lebih maksimal memacu dan mendorong gerakan kebudayaan yang juga sedang berlomba dengan pergeseran jaman.
Syahdan, Dana Indonesiana itu telah diluncurkan dengan mengacu pada amanah UU No. 5 Tahun 2017 dan Agenda Strategis Kebudayaan berikut Kepres No. 111 Tahun 2021. Apalagi hasil riset Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI telah menemukan fakta bahwa kegiatan kebudayaan sangat menurun (pada Agustus 2021). Sebanyak 65 % pelaku budaya sudah tidak bekerja. Dan 70 % ruang publik dan organisasi kebudayaan tidak lagi aktif berkegiatan.
Karena itu, janji Kemendikbud untuk segera merevitalisasi kegiatan ekspresi budaya dengan memanfaatkan "Dana Indonesiana" yang telah diinvestasikan itu menjadi dana abadi dengan pengawasan yang patut melibatkan pelaku budaya dan masyarakat adat. Idealnya, untuk mengawasi penggunaan dana abadi untuk kebudayaan itu ada semacam 'Dewan Pengawas' yang bekerja penuh waktu bersama pihak instansi terkait. Bila tidak, maka dana tersebut pun akan menjadi proyek bacaan saja.
Ilustrasi dari penerbitan buku budaya yang macet diatas sebagai salah satu contoh nyata dari kealpaan pihak pemerintah yang tidak memiliki jejaring pemantau, pengamat dan pendataan ikhwal dari keragaman aktivitas atau pekerjaan warga masyarakat yang konsens terhadap upaya untuk mengembangkan budaya bangsa. Hingga dana abadi untuk budaya bangsa Indonesia pun jadi terkesan macet.
Jadi, penerbitan buku, lomba menulis kreatif yang melibatkan peran serta warga masyarakat, tidak harus ditakar secara kuantitas, tapi tidak kalah penting aktivitas yang berdasarkan kualitas. Apalagi dikaitkan dengan tingkat daya baca warga masyarakat yang merosot. Artinya, pilihan giatan program yang perlu mendapat perhatian dan bantuan itu bukan untuk hal yang wah dan bersifat gemebyar, tetapi harus lebih ditekankan pada daya jangkau dan daya gugahnya aktivitas, kegiatan atau program yang dilaksanakan itu.
Banten, 19 September 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar